Dahulu
saya adalah anak yang polos yang tidak tahu apa-apa. Cita-cita saya dulu memang
bisa dikatakan sulit dicapai, mulai dari pemain sepak bola, dokter, pilot, dan
menjadi bank officer. Saya akan mengupasnya satu persatu, secara ringkas padat
jelas dan maaf jika kurang berisi :D
Hobby
saya dari kecil adalah bermain sepak bola, saya mulai bermain bola sejak saya
berada di kelas 3 SD. Hari-hariku selalu diisi dengan bermain bola, ibarat film
kartun Tsubasa bola adalah teman, dan itu benar saja. Dan dengan hal itu saya
mempunyai cita-cita menjadi pemain sepak bola hingga akhir masa-masa Sekolah
Dasar.
Saat
masuk SMP, saya ingin sekali masuk SSB (Sekolah Sepak Bola) namun sang Ibu
tersayang melarang saya menggeluti Hobby tersebut. Ibu bilang “ Kamu mau jadi
apa nantinya kalo jadi pemain bola? Pemain bola itu gak bertahan lama, kalo
kamu udah gak bagus mainnya terus gimana? Apa kamu mau gak punya uang? Dan
ngebebanin Ibu terus?” Itu adalah statement sulit yang sulit utuk dibantah,
maka dari itu saya mulai mengurungkan niat menjadi pemain bola dan beralih ke
harapan yang lainnya. Pilihan orang tua saya jatuh pada Dokter dan juga Pilot.
Dan setelah saya resapi dan berfikir maka itulah yang akan saya kejar nantinya,
dan akupun terus berusaha dan berdoa untuk menjadi apa yang orang tuaku
inginkan.
Saat
masuk SMA, saya diharuskan belajar agar bisa masuk jurusan IPA nantinya. Dan
memang tradisi di keluargaku yang tidak ada kata IPS karena jurusan di IPS
kurang bebas dalam dunia kerja tidak seperti IPA. Diawal kelas 10 saya masuk
dalam jajaran peringkat 11 besar dari 48 siswa, itu bukan prestasi yang buruk
pikirku dan menjdai kesan awal yang manis masa SMA. Dan saat penjurusan
alhamdulilah saya dapat jurusan yang saya mau yaitu IPA, usaha awal meraih cita
cita pun telah kucapai.
Beranjak
masuk kelas 11, saya bertemu teman-teman yang sangat gila bola dan itu adalah
PAS dengan kesukaanku. Dan dikelas 11 pula saya mulai mengenal kata “Cabut”
baik pelajaran maupun sekolah dan itu hanya karena “Sepak Bola”. Dengan
tingkahku itu imbasnya adalah saya kurang memahami pelajaran, dan peringkatku
merosot menjadi 27 dari 50 siswa. Dengan hasil itu saya tidak kaget karena
memang benar adanya saya berlaku “bandel” dan saya akan mencoba merubahnya
disemester depan.
Di semester
berikutnya, sayapun tidak bisa berbuat banyak seperti yang kurencanakan
sebelumnya. Faktor lingkungan memang sangat kurasakan dan memang pelajaran IPA
itu sangat sulit sekali. Akupun mulai pusing dengan hal itu, dan benar saja
peringakatku makin merosot ke posisi 32. Karena hal itu pula, Ibuku tersayang
mulai menasehatiku agar serius focus belajar. Sebentar lagi masuk ke kelas 12,
saya sudah harus menentukan pilihan cita-citaku agar bisa kucapai nanti saat
kuliah. Namun kebingungan pun melanda, jikalau dokter saya “geli” dengan darah
dan untuk masuk kedokteran itu tidak gampang dan butuh uang yang banyak padalah hidup pas-pasan, dan harapan hanya
ada di pilot.
Saat
masuk kelas 12, saya sudah tidak mengejar peringkat karena saya ingin jadi
pilot karena untuk jadi seorang pilot yang dibutuhkan hanya tes fisik, walaupun
ada juga materi IPA nya, tetapi tetap semangat! Selang beberapa lama, aku
bertanya pada Ibuku, “ Bu, aku bingung nih mau kuliah jurusan apa dan dimana?
Kalo aku jadi pilot Ibu mengizinkan atau tidak?” Ibupun menjawab, “Gausah jadi
pilot ya mas, kerja yang didarat juga banyak kok, kalo jadi pilot juga kalo
jatoh pesawatnya gimana, langsung meninggal? Jangan yaa mas.” Dengan perkataan
Ibu seperti itu akupun meng-iyakan. Dan saya mulai galau mau jadi apa nantinya.
Hingga saat kelulusan tiba, saya pun masih tak tahu mau kemana saya, mau jadi
apa nantinya. Semua tes PTN saya ikuti dan tidak ada yang lolos. Saya mulai
frustasi sampai akhirnya kerendahan hati pun datang mengingatkan bahwa “ mau kita
kuliah di PTN atau PTS itu sama aja, tergantung kitanya.” hingga suatu saat,
saya terbesit hasrat untuk menjadi Bank Officer dan itu adalah jurusan IPS.
Karena IPA memiliki keistimewaan bebas silang ke jurusan IPS, maka saya focus
untuk mengambil jurusan IPS di PTS dan harus PTS terkemuka, inginku.
Hanya
ada 2 PTS yang saya inginkan, pertama yakni Perbanas. Saya ingin disana karena
disana Ekonominya diakui di kancah Asia, nomor 1 setahu saya. Namun karena
jarak tempuh yang jauh, berada di jalan protocol yang penuh sesak dengan
kemacetan, angkutan yang susah dicari karena jarang-jarang maka saya urungkan
niat saya masuk Perbanas. Kemudian tanpa pikir panjang saya meminta kakak saya
untuk mengantarkan saya ke Gunadarma. Saya memilih Gunadarma karena Gunadarma
adalah Universitas Swasta nomor satu di Indonesia dan sayapun tak ragu
memilihnya.
Akhirnya
saya masuk dan berkuliah di Universitas Gundarma jurusan Akuntansi. Saya
khawatir saat pertama masuk perkuliahan, saya takut tidak bisa mengikuti
pelajaran karena pada dasarnya saya adalah IPA bukan IPS. Namun kekhawatiran
sayapun sirna karena bukan hanya saya yang dari IPA melainkan banyak mahasiswa
lainnya. Waktu terus berjalan hingga saya sudah berada di Semester 5, masalah
yang kurasa diawal-awal sudah tidak berasa lagi dan saya mulai bisa beradaptasi
dengan gaya Ekonomi dan indeks prestasipun bisa dikatakan lumayan tetapi saya
tidak akan puas begitu saja ada target yang harus saya capai saat kelulusan
nanti. Sebentar lagi saya lulus, kurang lebih 2 tahun lagi dan saya harus bisa
menggapai cita-cita “dadakan” saya menjadi Bank Officer. Tidak hanya sebagai
Bank Officer, saya juga ingin menjadi ‘Tax Expert” nantinya dan semoga saya
bisa melakukannya, mencapainya suatu hari nanti. Amin
Ini
ceritaku, apa ceritamu? J